PLTMH SEBAGAI JAWABAN KRISIS LISTRIK DI INDONESIA

by elkace

Berita MST :
REVOLUSI ENERGI di INDONESIA PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA MIKROHIDRO (PLTMH) SEBAGAI JAWABAN KRISIS LISTRIK DI INDONESIA
MST, ,
Oleh : Dr.-Ing. Ir. Agus Maryono
Ketua Magister Sistem Teknik Konsentrasi Mikrohidro, Universitas Gadjah Mada, Peneliti Ekohidraulik, Sungai dan Lingkungan.Krisis listrik di Indonesia nampaknya akan semakin berkepanjangan, sejalan dengan “angkat tangannya” Perushaan Listrik Negara (PLN) dalam menopang kebutuhan listrik di seluruh nusantara. Krisis listrik ini sebenarnya telah dipredikasi banyak ahli energi di Indonesia sejak lima tahun yang lalu. Pemadaman bergilir dan pemadaman tetap yang sudah diberlakukan di kota-kota besar di Sumatra (Kompas 12 Juli 2004) nampaknya akan segera merembet ke daerah lain di masa yang akan datang.Pada era otonomi dewasa ini, kebutuhan energi dapat meningkat secara eksponensial, baik ditinjau dari kapasitasnya, kualitasnya maupun ditinjau dari tuntutan distribusinya. Tahun 2004/2005 kebutuhan energi di Jawa dan Bali sebesar 90.000 MWh sedangkan di luar Jawa-Bali sebsar 25.000 MWh. Tahun 2010 nanti diperkirakan kebutuhan energi meningkat drastis menjadi 140.000 MWh untuk Jawa-Bali dan 35.000 MWh untuk luar Jawa-Bali. Jika masing-masing Kabupaten dan Provinsi di seluruh Indonesia melakukan fungsi otonominya secara intensif dengan menyelenggarakan pembangunan dimasing-masing daerah, maka prakiraan kebutuhan tersebut jelas akan jauh terlampaui. Pembangunan daerah pasti akan mengalami hambatan serius, jika pasokan energi macet atau terganggu seperti yang sekarang ini terjadi. Pemeritah dan masyarakat perlu waspada, jika tren perkembangan penyediaan energi dan kemampuan pendistribusian energi masih seperti sekarang ini, maka dapat dipastikan akan terjadi stagnasi pembangunan disebagian besar daerah di Indonesia, karena sudah bukan rahasia lagi terdapat signifikansi yang tinggi antara ketersediaan energi dan laju pembangunan daerah.Melihat kondisi di atas maka perlu dicari strategi baru yang dapat memenuhi kebutuhan energi dengan meningkatkan produksi energi sekaligus menciptakan kemudahan distribusi energi ke seluruh pelosok tanah air. Pola pengembangan penyediaan energi untuk pembangunan tidak dapat lagi secara terpusat melalui PLN saja misalnya, namun perlu didorong secepatnya desentralisasi dan otonomi dalam bidang penyediaan dan pengelolaan energi. Setiap provinsi dan kabupaten harus sudah mempunyai masterplan penyediaan energi untuk daerah masing-masing yang disusun berdasarkan rencana pembangunan daerah yang bersangkutan. Masterplan penyediaan energi daerah tidak lagi hanya menggantungkan diri kepada PLN saja, namun perlu segera dibentuk Badan atau Perusahaan Listrik Daerah (PLD). Tugas PLD adalah secara serius mengusahakan terpenuhinya kebutuhan listrik daerah yang bersangkutan.Dalam rangka pemenuhan kebutuhan energi daerah diperlukan upaya sebesar-besarnya penciptaan sumber energi yang dapat dikembangkan di daerah yang bersangkutan, misal energi terbarukan ramah lingkungan antara lain tenaga panas bumi, tenaga surya, tenaga angin, tenaga gelombang laut, bio massa dan pembangkit tenaga air. Disamping itu juga sumber enegi tak terbarukan dari fosil, misalnya tenaga batu bara, minyak dll. Untuk pengembangan energi tak terbarukan atau tidak ramah lingkungan ini, perlu kajian-kajian mendalam tentang dampak lingkungan akan muncul secara serius.

Salah satu sumber energi yang sangat cocok di Indonesia yang akan dibahas lebih jauh dalam tulisan ini adalah Pembangkit Listrik Tenga Mikrohidro (PTMH). PLTMH adalah salah satu Pembangkit Lidtrik Tenaga Air (PLTA) low head dengan kapasitas kurang dari 500 Kilo Watt (KW). Potensi total PLTMH di Indonesia tahun 2002 adalah sebesar 500 Mega Watt (MW), yang sudah dimanfaatkan baru 21 MW. Potensi tersebut sebenarnya masih akan meningkat sejalan dengan intensitas studi potensi yang dilakukan untuk menemukan lokasi-lokasi baru. Jika potensi PLTMH dapat di kembangkan maka paling tidak 12.000 MWh (Mega Watt hour) atau sebesar 14 % dari kebutuhan energi total Indonesia tahun 2005 dapat disumbang dari PLTMH. Jika studi potensi PLTMH dapat diintensifkan, maka prosentase sumbangan PLTMH terhadap kebutuhan energi nasional meningkat juga.

Potensi PLTMH di Indonesia tersebar diseluruh kepulauan nusantara. Baik pulau besar maupun kecil. Jutaan sungai dari hulu sampai hilir di Sumatra, Jawa, Kalimantan, Bali, Madura, , Lombok, Sumbawa, Flores, Timor, Sulawesi, Maluku dan Irian Jaya semuanya dapat dimanfaarkan untuk dibangun PLTMH baik berskala 5 KW sampai 500 KW. Karena potensi PLTMH tersebut tersebar, maka tingkat kesulitan distribusi kecil, dibanding dengan pembangkit yang terspusat. Disamping itu PLTMH dapat dimanfaatkan untuk daerah-daerah terpencil yang sama sekali belum mendapat pasokan listrik. Sehingga dengan mengembangkan PLTMH pemerataan kesempatan untuk mendapatkan kue pembangunan dan Informasi lebih cepat tercapai.

PLTMH dipilih karena disamping ramah lingkungan (tidak mengeluarkan emisi) juga secara teknologi dan investasi dapat dijangkau oleh setiap pemerintah provinsi dan kabupaten di Indonesia dan hasil energinya dapat segera dinikmati masyarakat.

Teknologi PLTMH dapat dikatakan sederhana. Jika terdapat beda tinggi air di suatu wilayah atau alur sungai, baik berupa terjunan, alur sungai yang curam atau aliran air sungai yang bisa dibendung, maka disitu dapat dibangun PLTMH. Besar kecilnya tenaga listrik yang dihasilkan tergantung debit air dan beda tinggi (head) yang ada. Misal untuk debit 0,5 m3/dt (misal sungai kecil) dengan beda tinggi 8 m dan efisiensi 60%, dapat dibangkitkan sekitar 24.000 Watt listrik. Listrik 24.000 Watt ini dapat dipakai mengaliri 240 rumah penduduk dengan tiap rumah 100 Watt secara terus-nenerus (24 jam). Listrik tersebut dapat dipakai untuk industri kecil sebanyak 24 unit dan tiap unit mendapat 1000 Watt dalam 24 jam menyala terus menerus. Jika dilengkapi dengan komponen penyimpanan energi misal Accumulator (Accu) atau alat lain yang sejenis, maka energi dari PLTMH ini menjadi sangat efektif. Kelebihan lain PLTMH adalah karena suplai listrik terus-menerus (24 jam), pada malam hari dapat dipakai sebagai penerangan jalan, pemukiman dan perkantoran dan pada siang hari disalurkan utuk pengembangan industri kecil dan menengah di daerah yang bersangkutan atau untuk kebutuhan lainnya.

Komponen-komponen PLTMH, seperti komponen mechanical work seperti turbin (misal tipe Cross flow dan open flume tipe Kaplan) dan sistem kontrol turbin (control system) umumnya sudah dapat dibuat oleh pabrik-pabrik manufaktur skala kecil yang ada di Indonesia maupun bengkel perorangan dan beberapa Perguruan Tinggi. Sedangkan komponen generator pembangkitnya dapat dibeli di pasaran dengan mudah. Komponen bangunan sipil (civil work) umunya mudah dikuasai para konsultan dan kontraktor sipil, termasuk juga masyarakat dengan fasilitasi tenaga ahli.

Biaya investasi untuk PLTMH yang meliputi civil work, mechanical work dan electrical work, secara umum adalah antara 15 – 20 juta rupiah per KW energi bangkitan (tidak termasuk biaya pendistribusian). Implementasi secara sederhana adalah misalnya di suatu desa ada sekitar 100 Kepala Keluarga (masing-masing 100 Watt, total 10.000 Watt), maka diperlukan investasi sebanyak 150 – 200 juta rupiah. Umur PLTMH rata-rata dapat mencapai 25 tahun dengan perawatan yang baik. Jika tiap kepala keluarga membayar 25 ribu rupiah per bulan (tergantung tingkat kemampuan masyarakat), didapat uang sebanyak 2,5 juta rupiah per bulan, sehingga dapat diperkirakan bahwa investasi akan kembali dalam waktu 8 tahun. Tentu saja hitungan tersebut hanya didasarkan keuntungan sisi pengembalian investasi, namun jika keuntungan kemajuan masyarakat akibat dari energi dan penerangan yang masuk di daerah tersebut diperhitungkan secara integral, maka keuntungan dengan adanya PLTMH tersebut akan sangat tinggi.

PLTMH untuk daerah-daerah yang sudah terdapat jaringan PLN, dapat digunakan sebagai pemasok energi untuk industri, baik menengah maupun industri kecil yang ada. Disamping itu berdasarkan Kepmen no. 1122/K/30/MEM/2002, PLTMH dapat menjual energi bangkitannya langsung kepada PLN melalui interkoneksi ke jaringan PLN. Dalam Kepmen tersebut ditegaskan bahwa PLN punya kewajiban untuk membeli listrik dari PLTMH yang menjual energi bangkitannya. Harga beli PLN untuk per KWh listrik tegangan menengah dan rendah masing-masing sebesar 80 % dan 60% dari Harga Pokok Penjualan (HPP). Kepmen ini merupakan langkah maju dalam desentralisasi penyediaan energi listrik, namun perlu diadakan perubahan sehingga harga listrik dari PLTMH minimal sama dengan HPP. Hal ini mengingat PLTMH merupakan pembangkit listrik terbarukan yang ramah lingkungan, sehingga harus mendapatkan perlakuan lebih baik dari pembangkit listrik dibandingakan dengan pembangkit listrik yang berbahan bakar fosil.

Namun demikian, pemerintah dan masyarakat perlu waspada terhadap pembangunan PLTMH ini, karena sebenaranya kita punya pengalaman pahit dengan PLTMH pada era tahun 80 – 90 an. Dimana PLTMH dibangun dengan konsep sangat top down tanpa melibatkan masyarakat dan tanpa dibarengi dengan penyediaan dan pengembangan sumberdaya manusia (SDM) yang menguasai teknologi dan sosio-ekonomi PLTMH. Sehingga sekitar 75 % dari PLTMH yang dibangun pada tahun-tahun tersebut dalam kondisi rusak. Kedepan pemerintah dalam hal ini jajaran Kementrian Energi dan Sumberdaya Mineral dan Kementrian Pemikiman dan Prasarana Wilayah serta Pemerintah Provinsi dan Kabupaten perlu menyusun strategi pengembangan PLTMH yang komprehensif dan berkelanjutan dengan melibatkan masyarakat di seluruh provinsi dan kabupaten di Indonesia. Perlu pendanaan yang signifikan untuk pengembangan SDM bidang PLTMH dan tidak terpusat di Jakarta atau Bandung saja, namun justru SDM di daerah-daerah. Sehingga mereka secara simultan mampu mengidentifikasi potensi PLTMH di daerahnya, mampu membangun, mampu memelihara dan mampu mengelola PLTMH secara sosio-ekonomis dan efisien. Jika mereka mampu menguasi PLTMH maka dalam perjalanan profesinya akan meningkat untuk menguasai Pembangkit Listrik Mini Hidro (kapasitas 500-1000 KW) dan akhirnya mampu bermain di level High Head (kapasitas lebih dari 1 MW). Jika sumberdaya manusia yang menguasahi PLTMH dapat tersebar di seantero nusantara dalam kualitas kompetensi dan kuantitas yang cukup dan mereka diakomodasi serta didukung kreativitasnya untuk membangun sumber-sumber energi di masing-masing daerah, maka harapan terjadinya suatu Revolusi Energi Indonesia akan menjadi kenyataan dan krisis energi dapat dieliminasi. Jika tidak maka stagnasi pembangunan daerah akan benar-benar terjadi.

di salin dari:

http://mst.gadjahmada.edu/berita.asp?id=38&code=1

tentang energi dapat download di

Kincir_Angin.pdf

Pasang_Turbin_Angin.pdf

SKEA_1.pdf

SKEA_2.pdf